Isi Lengkap
Peninggalan Prasasti Tarumanegara – Prasasti-prasasti dibawah ini merupakan
peninggalan salah satu kerajaan hindu tertua di Indonesia. Prasasti-prasasti
ini juga merupakan bukti keberadaan dan kemahsyuran Kerajaan Tarumanegara yang
berdiri dari abad ke-4 hingga abad ke-7.
Prasasti Muara
Cianten
Prasasti Muara Cianten atau Prasasti Pasir Muara adalah
salah satu prasasti peninggalan kerajaan Tarumanagara. Prasasti Muara Cianten
terletak di tepi(sungai) Cisadane dekat Muara Cianten yang dahulu dikenal
dengan sebutan prasasti Pasir Muara (Pasiran Muara) karena memang masuk ke
wilayah kampung Pasirmuara. Prasasti Muara Cianten dipahatkan pada batu besar
dan alami dengan ukuran 2.70 x 1.40 x 140 m3. Peninggalan sejarah ini disebut
prasasti karena memang ada goresan tetapi merupakan pahatan gambar
sulur-suluran (pilin) atau ikal yang keluar dari umbi. Prasasti ini pertamakali
ditemukan oleh N.W. Hoepermans pada tahun 1864.
Prasasti pasir Awi
Prasasti Pasir Awi atau Prasasti Cemperai adalah salah satu
prasasti peninggalan kerajaan Tarumanagara. Prasasti Pasir Awi terletak di
lereng selatan bukit Pasir Awi (± 559m dpl) di kawasan hutan perbukitan
Cipamingkis, desa Sukamakmur, kecamatan Sukamakmur (antara Kec. jonggol dan
Kec. Citeureup)kabupaten Bogor tepatnya pada koordinat 0°10’37,29” BB (dari
Jakarta) dan 6°32’27,57”. Berada di puncak ketinggian perbukitan, dengan arah tapak
kaki atau posisi berdiri menghadap ke arah utara-timur. Posisi berdiri berada
di sisi yang curam yang memberikan pandangan luas ke wilayah bukit dan lembah
di bawahnya. Secara spesifik, jika kita berdiri persis di atas tapak kaki, kita
merasakan posisi berdiri yang cukup santai dan tanpa perasaan takut walaupun
berada di sisi yang curam. Prasasti Pasir Awi telah diketahui sejak tahun 1867
dan dilaporkan sebagai prasasti Ciampea. Peninggalan sejarah ini dipahat pada
batu alam. Prasasti Pasir Awi berpahatkan gambar dahan dengan ranting dan
dedaunan serta buah-buahan (bukan aksara) juga berpahatkan gambar sepasang
telapak kaki. Prasasti ini pertama kali ditemukan oleh N.W. Hoepermans pada
tahun 1864.
Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan di tepi
sungai Ciaruteun, tidak jauh dari sungai Ci Sadane, Bogor. Prasasti tersebut
merupakan peninggalan kerajaan Tarumanagara. Prasasti Ciaruteun terletak di
Desa Ciaruteun Ilir, kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor; tepatnya pada
koordinat 6°31’23,6” LS dan 106°41’28,2” BT. Tempat ditemukannya prasasti ini
merupakan bukit (bahasa Sunda: pasir) yang diapit oleh tiga sungai: Ci Sadane,
Ci Anten dan Ci Aruteun. Sampai abad ke-19, tempat ini masih dilaporkan sebagai
Pasir Muara, yang termasuk dalam tanah swasta Tjampéa (= Ciampea, namun
sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang). Menurut Pustaka Rajya Rajya
i Bhumi Nusantara parwa 2, sarga 3, halaman 161 disebutkan bahwa Tarumanagara
mempunya rajamandala (wilayah bawahan) yang dinamai "Pasir Muhara".
Prasasti Ciaruteun dilaporkan oleh pemimpin Bataaviasch
Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (sekarang Museum Nasional) pada tahun
1863. Akibat banjir besar pada tahun 1893 batu prasasti ini terhanyutkan
beberapa meter ke hilir dan bagian batu yang bertulisan menjadi terbalik
posisinya ke bawah. Kemudian pada tahun 1903 prasasti ini dipindahkan ke tempat
semula. Pada tahun 1981 Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan
Sejarah dan Purbakala Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengangkat dan
memindahkan prasasti batu ini agar tidak terulang terseret banjir bandang. Prasasti
Ciaruteun dibuat dari batu alam.
Tulisan pada batu prasasti yang asli di tempatnya yang baru
di Ciaruteun Ilir. Prasasti Ciaruteun bergoreskan aksara Pallawa yang disusun
dalam bentuk seloka bahasa Sanskerta dengan metrum Anustubh yang terdiri dari
empat baris dan pada bagian atas tulisan terdapat pahatan sepasang telapak
kaki, gambar umbi dan sulur-suluran (pilin) dan laba-laba.
Teks: vikkrantasyavanipat eh. srimatah purnnavarmmanah. Tarumanagarendrasya.
visnoriva padadvayam. Terjemahan: “Inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang
seperti kaki Dewa Wisnu (pemelihara) ialah telapak yang mulia sang
Purnnawarmman, raja di negri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”. Cap
telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tempat ditemukannya
prasasti tersebut. Hal ini berarti menegaskan kedudukan Purnawarman yang
diibaratkan Dewa Wisnu maka dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung
rakyat.
Prasasti Tugu
Prasasti Tugu adalah salah satu prasasti yang berasal dari
Kerajaan Tarumanagara. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai
Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman
pada tahun ke-22 masa pemerintahannya. Penggalian sungai tersebut merupakan
gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada
masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau. Prasasti
Tugu ditemukan di kampung Batutumbuh, desa Tugu, tepatnya pada koordinat
0°06’34,05” BT (dari Jakarta) dan 6°07’45,40”LS yang sekarang menjadi wilayah
kelurahan Tugu selatan, kecamatan Koja, Jakarta Utara. Pada tahun 1911 atas
prakarsa P.de Roo de la Faille Prasasti Tugu batu dipindahkan ke Museum
Bataviaasch genootschap van Kunsten en Wetenschappen (sekarang Museum Nasional)
serta didaftar dengan nomor inventaris D.124. Prasasti Tugu dipahatkan pada
batu berbentuk bulat telur berukuran ± 1m.
Prasasti Tugu bertuliskan aksara Pallawa yang disusun dalam
bentuk seloka bahasa Sanskerta dengan metrum Anustubh yang teridiri dari lima
baris melingkari mengikuti bentuk permukaan batu. Sebagaimana semua
prasasti-prasasti dari masa Tarumanagara umumnya, Prasasti Tugu juga tidak
mencantumkan pertanggalan. Kronologinya didasarkan pada analisis gaya dan
bentuk aksara (analisis palaeografis). Berdasarkan analisis tersebut diketahui
bahwa prasasti ini berasal dari pertengahan abad ke-5 Masehi. Khusus prasasti
Tugu dan prasasti Cidanghiyang memiliki kemiripan aksara, sangat mungkin sang
pemahat tulisan (citralaikha > citralekha) kedua prasasti ini adalah orang
yang sama. Dibandingkan prasasti-prasasti dari masa Tarumanagara lainnya,
Prasasti Tugu merupakan prasasti yang terpanjang yang dikeluarkan Sri Maharaja
Purnawarman. Prasasti ini dikeluarkan pada masa pemerintahan Purnnawarmman pada
tahun ke-22 sehubungan dengan peristiwa peresmian (selesai dibangunnya) saluran
sungai Gomati dan Candrabhaga.
Prasasti Tugu memiliki keunikan yakni terdapat pahatan
hiasan tongkat yag pada ujungnya dilengkapi semacam trisula. Gambar tongkat
tersebut dipahatkan tegak memanjang ke bawah seakan berfungsi sebagai batas
pemisah antara awal dan akhir kalimat-kalimat pada prasastinya.
Teks: pura rajadhirajena guruna pinabahuna khata khyatam
purim prapya candrabhagarnnavam yayau// pravarddhamane dvavingsad vatsare sri
gunau jasa narendradhvajabhutena srimata purnavarmmana// prarabhya phalguna
mase khata krsnastami tithau caitra sukla trayodasyam dinais
siddhaikavingsakaih ayata satsahasrena dhanusamsasatena ca dvavingsena nadi
ramya gomati nirmalodaka// pitamahasya rajarser vvidaryya sibiravanim
brahmanair ggo sahasrena prayati krtadaksina//.
Terjemahan: “Dahulu sungai yang bernama Candrabhaga telah
digali oleh maharaja yang mulia dan yang memilki lengan kencang serta kuat
yakni Purnnawarmman, untuk mengalirkannya ke laut, setelah kali (saluran
sungai) ini sampai di istana kerajaan yang termashur. Pada tahun ke-22 dari
tahta Yang Mulia Raja Purnnawarmman yang berkilau-kilauan karena kepandaian dan
kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala raja-raja, (maka sekarang)
dia pun menitahkan pula menggali kali (saluran sungai) yang permai dan berair
jernih Gomati namanya, setelah kali (saluran sungai) tersebut mengalir melintas
di tengah-tegah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pendeta Nenekda (Raja
Purnnawarmman). Pekerjaan ini dimulai pada hari baik, tanggal 8 paro-gelap
bulan dan disudahi pada hari tanggal ke 13 paro terang bulan Caitra,jadi hanya
berlangsung 21 hari lamanya, sedangkan saluran galian tersebut panjangnya 6122
busur. Selamatan baginya dilakukan oleh para Brahmana disertai 1000 ekor sapi
yang dihadiahkan”.
Prasasti kebon Kopi
Prasasti Kebonkopi atau Prasasti Tapak Gajah (karena
terdapat pahatan tapak kaki gajah) merupakan salah satu peninggalan kerajaan
Tarumanagara. Prasasti Kebonkopi I ditemukan di Kampung Muara (kini termasuk
wilayah Desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Bogor) pada abad ke-19, ketika
dilakukan penebangan hutan untuk lahan perkebunan kopi. Oleh karena itu
prasasti ini disebut Prasasti Kebonkopi. Hingga saat ini prasasti tersebut
masih berada di tempatnya ditemukan (in situ). Prasasti Kebonkopi dipahatkan
pada salah satu bidang permukaan batu yang berukuran cukup besar. Prasasti ini
ditulis dengan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta yang disusun ke dalam bentuk
seloka metrum Anustubh yang diapit sepasang pahatan gambar telapak kaki gajah. Teks:
~ ~ jayavisalasya Tarumendrasya hastinah ~ ~ Airwavatabhasya vibhatidam ~
padadvayam Terjemahan: “Di sini nampak tergambar sepasang telapak kaki …yang
seperti Airawata, gajah penguasa Taruma yang agung dalam….dan (?) kejayaan”.
Prasasti Cidanghiyang
Prasasti Cidanghiyang adalah salah satu prasasti yang
berasal dari kerajaan Tarumanagara dan terletak di wilayah Pandeglang. Prasasti
Cidanghiyang terletak di tepi (sungai) Cidanghiyang di desa Lebak, kecamatan
Munjul, kabupaten Pandeglang. Koordinat lokasi prasasti ini adalah 0°55’40,54”
BB (dari Jakarta) dan 6°38,27’57”. Prasasti Cidanghiyang dilaporkan pertama kali
oleh Toebagus Roesjan kepada Dinas Purbakala ahun 1947 (OV 1949:10), tetapi diteliti
pertamakli tahun 1954.
Prasasti Cidanghiyang dipahatkan pada batu dengan bentuk
alami (3 x 2 x 2 meter). Prasasti Cidanghiyang ditulis dalam aksara Pallawa
yang disusun dalam bentuk seloka bahasa Sanskerta dengan metrum Anustubh
(bentuk aksaranya mirip dengan yang digoreskan pada Prasasti Tugu dari periode
yang sama). Teks: Vikranto ‘yam vanipateh/prabhuh satya parakramah narendra
ddhvajabhutena/ srimatah purnnawvarmanah. Terjemahan: "Inilah (tanda) keperwiraan, keagungan,
dan keberanian yang sesungguhnya dari raja dunia, yang Mulia Purnawarman yang
menjadi panji sekalian raja-raja.".
Prasasti Jambu
Prasasti Jambu atau Pasir Kolengkak adalah prasasti yang
berasal dari Kerajaan Tarumanagara yang ditemukan di daerah perkebunan jambu
kira-kira 30 km sebelah barat Bogor. Prasasti Jambu terletak di Pasir
Sikoleangkak (Gunung Batutulis ±367m dpl) di wilayah kampung Pasir Gintung,
Desa Parakanmuncang, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Koordinat 0°15’45,40”
BB (dari Jakarta) dan 6°34’08,11”. Dahulu pada masa kolonial Belanda lokasi ini
termasuk Perkebunan Karet Sadeng-Djamboe tetapi sekarang disebut PT.Perkebunan
XI Cikasungka-Cigudeg- Bogor.
Prasasti Jambu ditemukan pertamakali tahun 1854 oleh
Jonathan Rigg dan dilaporkan kepada Dinas Purbakala tahun 1947 (OV 1949:10),
tetapi diteliti pertamakali pada tahun 1954. Prasasti Jambu dipahatkan pada
batu dengan bentuk alami (sisi-sisinya berukuran kurang lebih 2-3meter). Prasasti
Jambu terdiri dari dua baris aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk seloka
bahasa Sanskerta dengan metrum Sragdhara. Pada batu prasasti ini juga terdapat
pahatan gambar sepasang telapak kaki yang digoreskan pada bagian atas tulisan
tetapi sebagian amvar telapak kaki kiri telah hilang karena batu bagian ini
pecah. Prasasti ini menyebutkan nama raja Purnnawarmman yang memerintah di
negara Taruma. Prasasti ini tanpa angka tahun dan berdasarkan bentuk aksara
Pallava yang dipahatkannya (analisis Palaeographis) diperkirakan berasal dari
pertengahan abad ke-5 Masehi. Teks: siman=data krtajnyo narapatir=asamo yah
pura tarumayam/ nama sri purnnavarmma pracura ri pusara bhedya bikhyatavarmmo/ tasyedam=
pada vimbadvayam= arinagarot sadane nityadaksam/ bhaktanam yandripanam= bhavati
sukhakaram salyabhutam ripunam//
Bunyi terjemahan prasasti itu adalah: "Gagah,
mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin manusia yang tiada
taranya yang termashyur Sri Purnawarman yang sekali waktu (memerintah) di
Taruma dan yang baju zirahnya yang terkenal tidak dapat ditembus senjata musuh.
Ini adalah sepasang tapak kakinya yang senantiasa menggempur kota-kota musuh,
hormat kepada para pangeran, tapi merupakan duri dalam daging bagi
musuh-musuhnya.".[gs]